Myanmar Kembali Mengumbar Janji Ingin Menerima Kembali Muslim Rohingya
Bilik Dakwah - Pemerintah Myanmar mengumbar janji bakal menerima kembali etnis minoritas muslim Rohingya mengungsi ke wilayah perbatasan Bangladesh. Namun, kekhawatiran mencuat kalau tawaran itu cuma omong kosong Myanmar lantaran mereka punya syarat yang mempersulit etnis Rohingya boleh kembali.
Sekitar hampir setengah juta warga etnis Rohingya kabur dari kejaran tentara dan warga sipil Buddha garis keras Myanmar. Mereka meninggalkan perkampungan di Negara Bagian Rakhine, Myanmar, setelah aparat keamanan menggelar operasi militer yang mengarah kepada pembantaian massal.
Menteri Luar Negeri Bangladesh, A.H. Mahmood Ali, mengatakan sudah bertemu dengan Menteri Penasihat Negara Myanmar, Kyaw Tint Swe, dan membicarakan soal etnis Rohingya. Dia mengatakan memang ada kemungkinan proses repatriasi terhadap etnis Rohingya.
"Myanmar sudah mengajukan penawaran akan menerima kembali pengungsi Rohingya," kata Mahmood, seperti dilansir dari laman AFP, Selasa (3/10).
Meski demikian, Mahmood tidak merinci kapan proses repatriasi etnis Rohingya dilakukan. Dia juga tidak menjawab pertanyaan apakah sekitar 300 ribu etnis Rohingya kabur lebih dulu ketika awal mula pecah kerusuhan, juga bakal dibolehkan kembali ke Myanmar. Dia cuma menyatakan kalau Bangladesh dan Myanmar bersiap membentuk tim terpadu buat proses repatriasi itu.
Kendati begitu, Tint Swe menyatakan Myanmar cuma mau menerima etnis Rohingya yang lolos persyaratan, mengacu kriteria disahkan pada 1993 antara kedua negara. Di masa lalu tepatnya pada awal 1990-an hingga 2005, sekitar 250 ribu etnis Rohingya dikembalikan ke Myanmar.
"Masalah ini akan diselesaikan secara bilateral, beradab, dan mengedepankan kepentingan nasional kedua negara," kata Tint Swe.
Tawaran Myanmar memulangkan pengungsi Rohingya memang manis. Namun, masih menimbulkan kekhawatiran akan nasib mereka di kemudian hari. Sebab, seluruh perkampungan etnis Rohingya sudah rata dengan tanah karena dirusak dan dibakar oleh tentara Myanmar.
Apalagi, persoalan paling penting adalah seluruh etnis Rohingya tidak mempunyai identitas kewarganegaraan. Sebab Myanmar sampai saat ini tidak mengakui mereka sebagai warganya, dan dianggap pendatang gelap. Padahal mereka sudah hidup dan menetap sekian generasi di Negara Bagian Rakhine. Pemerintah Myanmar berkali-kali menyebut mereka kaum Bengali dan dianggap imigran dari Bangladesh.
Menurut pengamat hubungan internasional dari Universitas Jahangirnagar, Shahab Enam Khan, hal ini menjadi hambatan besar karena Penasihat Negara Myanmar, Aung San Suu Kyi, berkeras hanya menerima pengungsi yang sudah memiliki kewarganegaraan. Lantas pertanyaan besarnya apa patokan Myanmar melakukan verifikasi terhadap etnis Rohingya, yang jelas-jelas mereka tidak mempunyai identitas itu.
"Orang Rohingya pergi ke Bangladesh tanpa membawa dokumen kewarganegaraan apapun, dan sulit membuktikan identitas mereka," kata Shahab.
Dengan kondisi itu, jika repatriasi dilakukan, maka sepertinya tidak menyelesaikan masalah. Sebab bisa saja di kemudian hari etnis Rohingya kembali menjadi sasaran persekusi karena status kewarganegaraan mereka, latar belakang ras, ataupun agama mereka anut.